Bertemu Setelah 5 Tahun Lamanya, Samarinda!

IMG_9964.JPG
Enam tahun lalu, saya menimba air untuk mandi di Tepian Sungai Mahakam ini

Bulan September adalah bulan yang membawa saya menginjakkan kaki ke Tanah Kalimantan, tepatnya Kalimantan Timur. Bergegas ke Pulau Kalimantan seperti kembali ke rumah yang telah lama saya tinggalkan, pernah tumbuh besar di Banjarmasin membuat saya fasih berbahasa Banjar-Melayu pada waktu itu. Rumpun suku saya pun asalnya dari Kalimantan, maka tidak asing bagi saya ranah Kalimantan yang terkenal akan tambang dan hutan lebatnya tersebut.

Menginjakkan kaki di Bandara Sepinggan Balikpapan, saya sedikit terkejut dengan campuran bahasa yang digunakan orang-orang di sana. Di sebelah kanan saya orang berlogat Sulawesi, sebelah kiri saya berlogat Banjar. Tidak aneh bagi orang Kaltim, karena banyak pula orang Sulawesi yang tinggal di Balikpapan. Hanya aneh bagi saya yang telah lama tinggal di Pulau Jawa, yang terbiasa mendengarkan orang berbahasa Jawa atau Sunda. Ke Kalimantan Timur seperti menemukan dua rumah sekaligus di satu tempat.

Di Kalimantan Timur, saya tinggal di Kota Samarinda yang dapat ditempuh menggunakan mobil selama kurang lebih 3 jam dari Balikpapan. Bandara Samarinda sebenarnya sudah dapat digunakan berhubung baru dibuka tahun ini, akan tetapi penerbangan komersil yang ada masih sedikit dan kata ibu saya, pesawat yang membawa penumpang ke Samarinda seperti pesawat Merpati, kecil.

Dalam perjalanan menuju Samarinda, saya memutar kembali memori yang ada di otak saya. Memori tahun 2013 ketika saya menginjakkan kaki pertama kalinya di Kota Samarinda. Sebuah flashtrip yang tidak pernah saya lupakan karena dengan itu saya bisa mandi dengan air Sungai Mahakam!

Banyak perubahan yang terjadi selama 5 tahun ini. Pohon-pohon di Bukit Soeharto tidak lagi rimbun. Rumah makan panjang yang dulunya dibangun bersatu dengan pohon-pohon besar, kini telah memiliki lahan yang luas, tidak lagi bersempitan dengan pohon. Telah banyak pula rumah makan yang dibangun di Bukit itu, tidak seperti 5 tahun lalu.

Setengah jam sebelum sampai di Samarinda, terbangun sebuah rumah makan yang ramai. Rumah makan itu memiliki makanan khas yang tidak sama dengan rumah makan lainnya, yakni Tahu Sumedang! Ya, meski bukan khas Samarinda, tahu ini menjadi primadona rumah makan tersebut. Disajikan hangat-hangat bersama petis! Saya sangat merekomendasikan tempat ini karena Tahu Sumedangnya benar-benar juara!

Di Samarinda, saya menghabiskan waktu hampir sebulan lamanya. Selain jalan-jalan, saya juga menikmati kulinernya seperti makan Nasi Pundut yang saya dambakan, Soto Banjar, Lontong Sayur, Nasi Kuning bersama Ikan Haruan masak habang, sampai makan Cempedak Goreng! Saya juga sempat makan Sate Rusa, sebuah makanan yang telah lama tidak dicecap oleh lidah.

Biaya hidup di Samarinda ternyata lebih mahal daripada biaya hidup di Ambon yang notabene terletak di Timur Indonesia. Makanan yang ditawarkan memiliki harga yang fantastis! Harga pulsa pun dua kali lipat harga pulsa di Jawa! Saya sempat terkejut melihat harganya, sebagaimana saya adalah seorang mahasiswa yang kere di akhir bulan. Jadi, bagi yang ingin menyambangi Samarinda harus benar-benar menyiapkan kocek yang dalam untuk menghidupi diri selama tinggal di sana.

Samarinda benar-benar berbeda dengan apa yang pernah saya bayangkan 6 tahun lalu. Saya pikir, masyarakat Samarinda banyak beraktivitas di sekitar Sungai Mahakam. Ternyata tidak. Pusat Kota Samarinda sendiri terletak di tengah, sedikit jauh dari tepian sungai. Kota Samarinda terbagi menjadi dua lokasi, Samarinda Ulu dan Samarinda Ilir. Samarinda Ilir sendiri sering disebut sebagai Samarinda seberang, sedangkan pusat kota terletak di Samarinda Ulu.

20180930_175258

Ada dua jembatan yang menghubungkan dua lokasi tersebut, yakni Jembatan Mahkota II dan Jembatan Mahakam. Biasanya, masyarakat yang tiba dari Balikpapan akan melewati Jembatan Mahakam untuk mencapai pusat kota. Sedangkan Jembatan Mahkota II terletak agak lebih jauh dan sebenarnya cukup cantik apabila dilihat dikala malam tiba karena lampu berwarna-warni akan muncul di menerangi jembatan. Saya merekomendasikan untuk makan Soto Banjar di Samarinda Ulu, lokasinya sebelum Jembatan Mahkota II! Rasanya sangat mirip dengan Soto Banjar aslinya!

20180928_210133.jpg
Jembatan Mahkota II

Selain menelusuri jalan-jalan Samarinda yang naik-turun, saya juga berkesempatan untuk mendatangi daerah di sekitar Samarinda, yakni Bontang dan Tenggarong. Kedua daerah itu punya sesi cerita tersendiri karena saya cukup menikmati jalan-jalan di sana. Sayangnya, saya belum sempat menjelajah Samarinda lebih dari itu. Lokasi wisata yang saya datangi adalah Taman Lampion yang terletak di tepian Sungai Mahakam, Rumah Ulin Arya, berfoto selama 2 menit di Masjid Islamic Center–yang terlihat tambah megah dibandingkan 6 tahun lalu, melewati Jembatan Mahkota II, mengunjungi Festival Mooncake di Buddhist Center Samarinda, mengunjungi Pasar Souvenir Samarinda, Pasar Sempaja, dan berkunjung ke Big Mall yang terletak di tepian Mahakam.

_MG_3767.JPG
Berolahraga di Sempaja pada Minggu pagi
_MG_3636.JPG
Festival Mooncake di Buddhist Center Samarinda
20181009_213954
Masjid Islamic Center pada malam hari

Taman Lampion yang terletak di tepian Mahakam dibuka setiap hari pada sore hingga malam, tiketnya berbentuk gelang seharga Rp 20.000,- untuk orang dewasa. Seperti Malang Night Paradise, Taman Lampion Samarinda ini menawarkan lampion-lampion berbentuk kartun, hewan, tanaman hingga bangunan, selain itu terdapat beberapa permainan seperti Kereta Api, Gasing, dan Roket. Terdapat juga lokasi kuliner yang menawarkan makanan khas Kalimantan seperti Soto Banjar! Untuk menikmati permainan, pengunjung harus bayar lagi. Rata-rata harga permaianan Rp 20.000 per orang.

Kemudian ada Rumah Ulin Arya. Lokasi ini sebenarnya dikhususkan bagi pengunjung yang mengadakan Camping, atau acara-acara instansi/perusahaan. Terletak cukup jauh dari Kota Samarinda, kira-kira 30-45 menit menggunakan mobil. Rumah Ulin menawarkan kolam renang, yang masuk harus membayar Rp 80.000+Rp 40.000 (kalau tidak salah ingat). Jadi, Rp 80.000 untuk tiket masuk Rumah Ulin, sedangkan Rp 40.000 untuk kolam renangnya! Sebenarnya harga ini terdapat ketentuan tersendiri, apabila pengunjung yang datang sekitar 30 orang maka harga per-orangnya dikenakan Rp 90.000, untuk 50 orang Rp 80.000 dan Rp 70.000 apabila lebih dari 100 orang.

_MG_3764.JPG

Selain kolam renang, terdapat pula Mini Zoo, BootCamp, Cafe, Gazebo serta ruang karaoke. Yang saya sukai dari Rumah Ulin Arya ini adalah Mini Zoo-nya. Meski kecil, pengunjung dimanjakan dengan pelayanan para Zookeeper yang memperbolehkan kami memegang beberapa binatang, bahkan berfoto secara gratis! Mini Zoo-nya juga cukup bersih, sebelum masuk bahkan pengunjung disemprot oleh air untuk menghilangkan bakteri. Disediakan pula beberapa lokasi cuci tangan yang digunakan setelah memegang binatang di sana.

Beberapa tempat itu yang baru saya datangi. Rencana saya di Samarinda untuk perjalanan selanjutnya adalah hunting foto di sekitar Tepian Mahakam di sore hari. Tepian Mahakam sangat cantik difoto di kala sore karena tone warna langit dan sungai begitu hangat. Selain itu pemandangan kapal-kapal pengangkut hasil tambang juga menjadi kekhasan bagi Kota Samarinda bagi saya.

Mungkin karena lima tahun lalu saya diperlihatkan pemandangan Kota Samarinda yang dapat saya potret dengan puas, kali ini saya diperlihatkan daerah-daerah sekitarnya seperti Bontang dan Tenggarong. Tetapi tinggal di Samarinda membuat saya nyaman. Radio yang saya dengar tiap saat juga menambah kenikmatan perjalanan di Samarinda. Oh ya, udara di Samarinda cukup panas karena dilewati Garis Khatulistiwa. Tetapi, tidak sepanas Pontianak dan Palu, kok!

Pokoknya, yang ingin melihat percampuran budaya Banjar-Bugis-Dayak, harus datang ke Kalimantan Timur! Memang diperlukan kocek yang cukup dalam, tetapi pengalaman yang didapatkan lebih dari itu. Saya harap, saya bisa mengunjungi Konservasi Orangutan di Kalimantan Timur, menelusuri sungai dan hutan hujan menggunakan kapal untuk melihat Bekantan, dan mengunjungi Hutan Mangrove di Balikpapan. Saya bersyukur bisa menginjakkan kaki lagi di tanah Kalimantan, melihat hutan lebat, menelusuri budaya eksotis, dan berjalan-jalan menikmati udara yang enak dihirup.

Semoga perjalanan ini dapat diteruskan ke Kalimantan Tengah, Barat, dan Utara! Insha Allah, Kalimantan Selatan akan segera dijelajahi.

Tinggalkan komentar