Prolog; Misunderstand

“Apa?” Tanyaku bersidekap, menghalau rasa dingin yang menerpa.

Di luar hostel hujan sedang menyapa, pagi-pagi buta, bahkan sebelum anak sekolahan bersiap diri menyambut pagi. Sedangkan aku disini, melihat hujan pada pagi yang buta bersama pria masa lalu yang entah mengapa mendatangiku. Lebih tepatnya menghantuiku yang sedang asyik-asyiknya menikmati hidup.

“Bisa nggak, lu ngasih gue waktu 30 menit aja buat ngejelasin semuanya?” dia bertanya balik, ku lihat raut wajahnya yang keras. Mungkin dia sudah tidak tahan dengan sikapku yang selalu keras kepala semenjak dia datang ke Hostelku yang tercinta ini.

Diriku menghembuskan napas, berusaha terlihat makin ketus, karena dasarnya diriku memang sudah ketus padanya. “Udah 2 tahun yang lalu! Gila! Mau ngejelasin apa lagi, mas?”

“Gue ga suka deh lu manggil gue ‘mas’.”

“Heh… kenapa? Suka-suka guelah.” cibirku sebal.

Lanjutkan membaca Prolog; Misunderstand

Prolog

Di Buton, Baubau, Sulawesi Tenggara, gue menghabiskan masa SMA gue di sana. Tiap pagi, kecuali libur dan hari minggu, gue akan pergi ke sekolah bersama adik bungsu gue yang saat itu masih duduk di sekolah dasar. Jarak sekolah dan rumah gue saat itu nggak terlalu jauh, cukup jalan 15 menit–atau bahkan kurang dari itu gue udah sampai di sekolah. Jaraknya kurang lebih sama seperti jarak kosan sama kampus gue sekarang.

Rumah gue saat itu berada di jalan Balai Kota, jalannya penuh pepohonan rindang yang kadang daunnya berguguran. Seperti musim gugur. Pagi di Buton sangat segar, nyaman, yang selalu buat gue kangen sama suasana Kota Baubau. Dan kalau gue ngangenin Buton, gue rasa seperti sedang kangen dengan rumah.

Pagi-pagi, gue jalan bersama Nanda–adik gue–, kami bercengkrama sembari menghirup udara segar. Cuaca Buton memang panas, tapi nggak sepanas kota-kota besar yang sudah dikontaminasi dengan karbondioksida kendaraan-kendaraan bermesin. Jalan ke sekolah sangat menyenangkan buat gue, selain menghirup udara segar, gue juga bisa ngelihat kesibukan pelabuhan Murhum yang terletak di dekat rumah gue.

Lanjutkan membaca Prolog