Postcard For Myself

Its almost 5 months and my training days will be done. One month left to fight the reality in the work-field.

Sebenarnya, saya menikmati dunia kerja ini. Bertemu dengan orang-orang yang sangat pengertian, yang menaruh kepercayaan besar pada saya tanpa memandang cover, berteman dengan orang-orang yang luar biasa, dan hidup di negara lain yang dulunya sempat saya impikan. Ini seperti mimpi, bukan mimpi buruk pun mimpi indah. Hanya seperti ‘mimpi’.

Sudah dua kali pula diajak kerja oleh orang lain. Itu rasanya seperti menaikkan kepercayaan diri, seakan menjadi tepukan keras bahwa diri ini sebenarnya punya potensi yang sangat besar. Memang hanya dua kali, tapi tetap saja membuat diri ini bahagia–karena lagi-lagi saya tidak mengandalkan tampilan luar.

Lanjutkan membaca Postcard For Myself

Now

Sejujurnya saya merasakan sebuah kemunduran di blog ini. Tiga tahun setelah berpisah dari blog lama, saya tetap belum bisa move on dan selalu berbalik ke sana untuk throwback. Untuk membuncahkan semangat yang redup.

Sebuah project bernama Agenda yang saya post mengenai keseharian di Yogyakarta memang tidak diselesaikan dengan sempurna. Tetapi saya menulis. Keseharian saya di Pare yang tidak dikerjakan dengan rajin memang tidak berarti apa-apa, tetapi setidaknya saya menoreh sesuatu yang dapat diingat kembali.

Otak bukan hanya sekedar kotak memori. Dia juga punya batas waktu yang dibaginya secara adil. Saya tidak tahu apakah nanti saya lupa kejadian hari ini atau tidak. Tidak tahu juga kejadian esok. Maka dari itu yang bisa dilakukan adalah menulis.

Ada banyak kejadian yang saya lewatkan. Perjalanan saya di Bandung, Ambon, Semarang, Banyuwangi, dan sekarang Malaysia. Sebenarnya saya pun banyak melupakan kejadian apa yang saya alami di lokasi-lokasi itu. Menulis diary pun tidak pernah lagi.

Ada sedikit pemikiran bahwa, saya terlalu menikmati sosial media dan lupa menulis. I mean, saya menulis lewat aplikasi yang hanya dapat betahan 24 jam. Bukan sosial media berupa blog yang dapat menyimpan hal sampai beberapa tahun ke depan.

Uhm… saya ingin menulis lebih banyak. Tetapi tidak tahu apakah akan tercapai atau tidak.

Saya Tidak Suka Asrama

Saya suka tinggal di asrama seperti Asset 3 dulu. Berkumpul dengan orang-orang yang hampir menyerah dengan impian, yang beberapa masih ingin bertukar pikiran dan pengalaman. Meski begitu saya juga membencinya, karena itu berarti membagi ruang untuk orang lain.

Sejak kejadian pembullyan, keadaan hidup yang pindah-pindah, dan banyak hal lainnya, saya tidak suka berkomunikasi dengan orang lain secara intens. Saya pesimis pada sebuah hubungan, kecuali hubungan keluarga. Rasanya seperti ada yang disimpan-simpan, sebuah perasaan egois yang ingin menampilkan diri yang sebenarnya. Rasa ingin dipahami tetapi tak ingin memahami atau biasanya rasa ingin dipahami orang lain.

Lanjutkan membaca Saya Tidak Suka Asrama